Oleh : Muhammad Rafa Azmy (Kelas : VII Sholahuddin Al Ayyubi)
Aku menulis surat ini di tengah malam yang sunyi, ditemani suara angin yang menyapu jendela kamar dan bayangan cahaya lampu belajar yang sedikit temaram. Aku, Muhammad Raifo Azmi, siswa SMP Techno Insan Kamil Tuban, menulis untuk seseorang yang kusayangi semangat dan wawasannya yang luas.
Sengaja aku tulis surat ini untukmu, Pahlawanku yang sudah mendahului kami pulang ke asal-mu. Mungkin Ibu tidak tahu aku, dan aku memang belum memberikan apa pun untuk Indonesia. Berbeda dengan Ibu yang telah memperjuangkan Indonesia untuk kami. Ketika aku tulis surat ini, aku mengingat kisah saat Ibu memperjuangkan Indonesia. Aku sendiri tak bisa membayangkan bagaimana dulu suara dentuman senjata dan ledakan selalu menggema di telinga.
Seakan bisikan, “Apa kabar kalian sekarang?” terdengar lirih di telinga kami. Tentu itu kami menjawab, “Sekarang kami merasa senang, Ibu. Bisa merasakan kedamaian dan ketenteraman. Merasakan bangku pendidikan yang nyaman tanpa takut adanya perang lagi; semua terasa damai atas perjuanganmu.”
Teruntuk Ibu Kartini,
Aku ingin menceritakan sekilas perjalanan hidup di tanah air yang Ibu perjuangkan. Ya, tanah itu bernama Indonesia. Indonesia yang sekarang sudah merdeka, terlepas dari cengkeraman para penjajah. Persis seperti yang Ibu impikan. Lalu hari ini, cerita perjalanan kehidupan yang selalu berkembang setiap harinya. Ibu tahu, dunia tak lagi sama seperti yang dulu. Kini di sebut era modern atau era digital, di mana semua sudah bisa diakses menggunakan teknologi saja. Ini membuktikan, bahwa negara kita sudah berkembang semakin luas.
Aku mungkin bisa dibilang zaman ini memberikan kesempatan kepada siapa pun untuk menjelajahi dunia luar. Lewat benda pipih yang disebut gadget dengan jaringan yang tersambung dengan internet, dunia terasa seperti dalam genggaman manusia. Seperti menyurat juga kali ini menggunakan kertas dan pena, hanya butuh waktu lama untuk mengirimkannya. Namun dengan surat elektronik, semua orang dapat mengirim surat kepada siapapun, di manapun, bahkan di ujung dunia sekalipun. Hebat sekali dunia ini, bukan, Bu?
Satu lagi yang berubah seiring berjalannya waktu, yaitu pendidikan. Karena jasa Ibu, kini wanita memiliki kedudukan yang setara dengan pria, salah satunya kesetaraan pendidikan. Di zaman sekarang ini, pendidikan juga disangkut pautkan dengan perkembangan teknologi. Bahkan sekarang ada yang namanya pembelajaran TIK atau Teknologi Informasi dan Komunikasi. Semua sumber ilmu pengetahuan tak hanya bersumber dari buku saja, melainkan sekarang bisa didapat melalui internet juga.
Tak bisa dibayangkan betapa sulitnya seorang perempuan mencari ilmu di zaman dulu. Perempuan Indonesia zaman dahulu sangat dibatasi pendidikan dan kesannya tidak bebas serta tak ada kesempatan yang sama dengan pria. Bukan hanya tidak diizinkan, tetapi juga dianggap tidak pantas oleh keluarga sendiri. Mereka pikir perempuan hanya bisa mengurus rumah, sehingga tak perlu bersekolah. Namun berkat perjuangan Ibu Kartini, semua anggapan itu berubah; wanita berhak mendapatkan kedudukan yang sama dengan pria dalam hal pendidikan.
Aku jadi teringat kutipan surat yang Ibu tulis dengan bunyi, “Tuhan telah menciptakan kami hanya untuk tinggal di rumah. Kami juga manusia seperti pria, memiliki akal budi, serta keinginan untuk maju.” Benar sekali, Bu. Kutipan itu menjadi tamparan bagi seluruh bangsa, bahwa wanita memiliki kemampuan dan derajat yang sama dengan pria. Ibu Kartini, engkau telah membuka jalan lebar untuk kaum hawa mengurus rumah tangga saja. Ibu ingin menunjukkan bahwa wanita juga bisa berpikir dan berperan dalam kemajuan bangsa.
Aku juga teringat satu kutipan surat Ibu yang berbunyi, “Jika orang hendak sungguh-sungguh menggapai pembebasan, maka kesadaran pikiran dan pertumbuhan budi harus sama-sama di majukan.” Ibu, yang Ibu perjuangkan bukan hanya soal kemajuan berpikir, melainkan soal dan tumbuhnya budi pekerti luhur. Bersamaan teknologi, Ibu menunjukkan nyala, orang bisa maju memperlihatkan sekarangnya karena tidak sanggup meninggalkan pandangannya dari sorot mereka.
Di dunia yang segalanya serba modern ini, aku memiliki banyak harapan untuk ke depannya. Tapi, ada satu harapan di hatiku yang tidak akan pernah berubah, dan semua mimpi yang kuyakinkan dilandasi yang Ibu wariskan, bisa kupegang suatu saat kelak. Semoga aku bisa menjadi bintang yang bersinar terang seperti Ibumu, didorong oleh dukungan dan kekuatan dari orang-orang sekelilingku terutama untuk tetap menggapai cita-citaku setinggi langit. Kelak, aku ingin menjadi seperti Ibu Kartini, yang bekerja demi kebahagiaan sesama manusia.
Memang generasi penerus sepertiku tidak perlu mengangkat senjata seperti para pahlawan terdahulu. Wacana perjuanganku hanya melawan kebodohan, melawan malas dan melawan neophobia yang bersarang di negeri ini dari dulu hingga sekarang.
Oh ya, aku hampir lupa, setiap tanggal 21 April kami selalu memperingati hari Kartini untuk mengenang perjuangan RA Kartini. Dengan mengenakan pakaian adat, kami kenang RA Kartini dalam rangkaian upacara bendera.
Terima kasih Ibu Kartini, berkatmu Indonesia menjadi semakin cerah dan bertambah pula perempuan Indonesia bisa mengenyam pendidikan. Tanpa RA Kartini mungkin perempuan akan terus dianggap remeh, oleh semua orang dan teknologi tidak akan berkembang seperti sekarang. Aku sendiri ingin bertanya padamu, bagaimana rasanya Ibu, saat perempuan dahulu memperjuangkan Indonesia? Dengan semangat dan harapan penuh yang tersalut di dalam surat ini.
Sekian surat untuk pahlawanku, RA Kartini.

